Kamis, 22 Januari 2009

ETIKA ISLAM

Masalah kemerosotan moral dewasa ini menjadi santapan keseharian masyarakat kita. Meski demikian tidak jelas faktor apa yang menjadi penyebabnya. Masalah moral adalah masalah yang pertama muncul pada diri manusia,“baik ideal maupun realita”. Secara ideal bahwa pada ketika pertama manusia di beri“ruh” untuk pertama kalinya dalam hidupnya, yangpadanya disertakan “rasio” penimbang baik dan buruk (QS. Assyams 7-8).


Secara realita bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, dimana individu merupakan bagian dari masyarakat, maka yang awal mula muncul dalam kesadarannya ialah pertanyaan “What must be ?”(Apa yang seharusnya), yang lalu disusul dengan “What must I do?”(Apa yang harus saya lakukan). Pertanyaan“What must be?”, ditujukan kepada kemampuan rohani pada diri manusia yang berbentuk kategori-kategoritertentu yang tidak timbul dari pengalaman maupun pemikiran, kemampuan ini bersifat intuitif. Oleh sebab itu masalah moral adalah masalah “normatif”. didalam hidupnya manusia dinilai! Atau akan melakukan sesuatu karena nilai. Nilai mana yang akan dituju tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yg baik dan buruk serta ia dapat mambedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya.

Begitupun tata nilai ketuhanan (Islam), setiap “perilaku” Islam sangat menekankan orientrasi niat yang kuat dan menyandarkannya. Hal ini harus sesuai dengan tuntutan kesadaran, bukan paksaan. Perilaku seseorang tersebut baru bisa dikatakan mempunyai nilai. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi : Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya (Hadist riwayat Bukhari Muslim). Dalam hadist tersebut jelas, setiap perilaku mempunyai dasar (niat), sehingga perbuatannya dikategorikan baik atau buruk dimana ia menggantungkan niatnya.

Pada faktor-faktor inilah disamping “niat” batin, Islam meletakkan nilai syarat yang ikut mengambil bagian dalam menilai suatu perbuatan sebagai tindakan etis. Tegas sekali Islam mewajibkan “niat karena Allah” sebagai tanggung jawab penghambaan kepada Kholiqnya.

Tanggung jawab Islam dalam syariat (etika ketuhanan) selalu mengandung kedalaman dimensi yang tidak saja tindakan fisik sebagai objek nilai, juga di dalamnya nilai psikologis merupakan tindakan etis yang secara naluriah, mengembalikan kepada Fitrah Allah. Dalam tahapan ini manusia sampai kepada tahapan tertinggi yang dalam tindakannya sesuai dengan kehendak Allah (Fitrah Allah), diharapkan setiap perilaku (ibadah) sampai kepada syarat; islam, iman dan ihsan. Karena akan dikatakan (dinilai) sebagai agama apabila meliputi ketiga kriteria tersebut.


Etika Diskriminasi Pekerjaan


Tujuan tindakan afirmatif adalah untuk memberikan suatu cara bagi negara kita guna mengatasi diskriminasi gender dan rasa agar semua orang memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai dan memberikan sumbangan.


1.1 Sifat Diskriminasi Pekerjaan

Arti dasar dari istilah diskriminasi adalahmembedakan satu objek dari objek lainnya”.

Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusan (atau serangkaian keputusan) yang merugikan pegawai (atau calon pegawai) yang merupakan anggota kelompok tertentu karena adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut. Diskriminasi dalam tenaga kerja melibatkan tiga elemen dasar. Pertama, keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih (atau calon pegawai) karena bukan didasarkan pada kemampuan yang dimiliki. Kedua, keputusan yang sepenuhnya (atau sebagian) diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual, stereotype yang salah atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu di mana pegawai tersebut berasal. Ketiga, keputusan (atau serangkaian keputusan) yang memiliki pengaruh negative atau merugikan pada kepentingan-kepentingan pegawai, mungkin mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan pangkat, atau gaji yang lebih baik.


Bentuk-bentuk Diskriminasi : Aspek kesengajaan dan Aspek Institusional

Perbedaan tingkat tindakan diskriminatif yang dilakukan secara sengaja (atau tidak terinstusioalisasikan) dan tingkat yang dilakukan secara tidak sengaja dan terinstusioalisasikan. Pertama, tindakan diskriminasi mungkin merupakan bagian dari perilaku terpisah dari seseorang yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka pribadi. Kedua, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari perilaku rutin dari sebuah kelompok yang terinstusioalisasi, yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi berdasarkan prasangka pribadi para anggotanya. Ketiga, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari perilakuyang terpisah dari seseorang yang secara tidak sengaja dan tidak sadar melakukan diskriminasi terhadap orang lain karena dia menerima dan melajksanakan praktik-paktik dan stereotype tradisional dari masyarakatnya. Keempat, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari rutinitas sistematisdari organisasi perusahaan atau kelompok yagn secara tidak sengaja memasukkan prosedur formal yang mendiskriminasikan kaum perempuan dan kaum minoritas.


1.2 Tingkat Diskriminasi

Ada 3 perbandingan yang bisa membuktikan distribusi anggota kelompok :

1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain.

2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.

3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama.


Perbandingan Penghasilan Rata-Rata

Perbandingan penghasilan mengungkapkan adanya berbagai kesenjangan yang berkaitan dengan gender. Perbandingan penghasilan rata-rata pria dan perempuan menunjukkan bahwa perempuan hanya memperoleh sebagian dari yang diperoleh pria.


Perbandingan Kelompok Penghasilan Terendah

Kelompok penghasilan paling rendah menurut statistic berkorelasi dengan ras dan jenis kelamin. Bila dibandingkan dengan keluarga kulit putih dan keluarga yang dikepalai seorang pria, keluarga kelompok minoritas dan yang dikepalai seorang perempuan sebagian sebagian besar termasuk keuarga miskin.


Perbandingan Pekerjaan yang Diminati

Umumnya semua kelompok pekerjaan besar, presentase pria kulit putih yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang lebi tinggi juga lebih besar, sementara kaum minoritas dan perempuan sebagian besar meiliki pekerjaan dengan gaji kecil dan kurang diminati.


1.3 Diskriminasi : Utilitas, Hak dan Keadilan


Utilitas

Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan dengan berdasarkan kompetensi. Menurut argument ini pekerjaan yang berbeda memerlukan keahlian dan sifat kepribadian yang berbeda jika kita ingin agar semuannya seproduktif mungkin.


Hak

Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya menyatakan bahwa diskriminasi salah karena hal tersebut melanggar hak moral dasar manusia. Pertama, diskriminasi didasarkan pada keyakinan bahwa suatu kelompok tertentu dianggap lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah. Hak unutk diperlakukan sebagai individu yang merdeka dan sederajat telah dilanggar.


Keadilan

Kelompok argument non-utilitarian kedua melihat diskriminasi sebgai pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan. Diskriminasi dalam pekerjaan adalah salah karena ia melanggar prinsip dasar keadilan dengan cara membedakan orang-orang berdasarkan karakteristik tertentu (ras atau jenis kelamin) yang tidak relevan dengan tugas yang harus dilaksanakan.


Praktik Diskriminasi

Tindakan-tindakan yang dianggap diskriminatif adalah sebagai berikut ;

Rekrutmen, cenderung merekrut pegawai berdasarkan ras dan seksual.

Screening (seleksi), dilihat dari kecakapan kaum perempuan atau kelompok minoritas yang menjadikan mereka tidak layak melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Kenaikan Pangkat, proses kenaikan pangkat, kemajuan kerja dan transfer dikatakan diskriminatif jika perusahaan memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai perempuan dan pegawai dari kelom,pok minoritas.

Kondisi, pemberian gaji dikatakan diskriminatif bila jumlah yang tidak sama untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama.

PHK, bentuknya adalah memecat pegawai berdasarkan pertimbangan ras dan jenis kelamin.


Pelecehan Seksual

Kaum perempuan merupakan korban dari salah satu bentuk diskriminasi yang terang-terangan dan koersif. Rayuan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan hubungan dan kontak verbal atau fisik lain yang sifatnyaseksual merupakan pelecehan seksual dan tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu pelaksanakan pekerjaan seseorang atau menciptakan lingkungan kerja yang diwarnai dengan kekhawatiran, sikap permusuhan atau penghinaan.


Di Luar Ras dan Jenis Kelamin : Kelompok Lain

Kelompok lain yang harus dilindungi dari tindakan diskriminasi adalah : para pegawai yang berusia lanjut , para penderita cacat dan juga para pegawai yang memiliki preferensi seksual yang tidak lazim.


1.4 Tindakan Afirmatif

Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dapat dikelompokkan kedalam dua bagian. Yaitu menginterprestasikan perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan kaum perempuan dan minoritas sebagai bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami. Selanjutnya adalah menginprestasikan perlakuan preferensial sebagai suatu sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu.


Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi

Program tindakan afirmatif tidak adil karena pihak yang memperoleh keuntungan dari program ini bukanlah individu-individu yang dirugikan di masa lalu, dan orang-orang yang harus membayar ganti rugi juga bukan individu yang melakukan tindakan tersebut.


Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen ntuk Mencapai Tujuan Sosial

Tujuan dasar program tindakan afirmatif adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil-masyarakat di mana kesempatan yang dimiliki oleh seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Namun tidak semua menyatakan bahwa tindakan afirmatif ini sah.

Tiga alasan yang diajukan untuk menunjukkan bahwa cara ini tidak sah yaitu :

  1. sering dikatakan bahwa program tindakan afirmatif merupakandiskriminasi terhadap pria kulit putih”.
  2. kadang dikatakan bahwa perlakuan preferensial melanggar prinsip keadilan karena menggunakan karakteristik yang tidak relevan ntuk membuat keputusan kepegawaian.
  3. sejumlah kritikus menyatakan bahwa program tindakan afirmatif sesungguhnya malah merugikan kaum perempuan dan minoritas karena program itu mengimplementasikan bahwa mereka sangat lebih rendajh dibandingkan pria kulit putih sehingga perlu bantuan khusus agar bisa bersaing.


Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman

Yang perlu dipertimbangkan saat pengambilan keputusan dalam program tindakan afirmatif selain ras dan jenis kelamin yaitu :

  1. Jika hanya criteria ras dan jenis kelamin yang digunakan, hal ini akan mengarahkan pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin akan menurunkan produktifitas
  2. Banyak pekerjaan yang meiliki pengaruh-pengaruh penting pada kehidupan orang lain
  3. Para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif akan membuat negara kita menjadi negara yang lebih diskriminatif.


Gaji yang Sebanding untuk Pekerjaan yang Sebanding

Program tindakan afirnatif tidak memperhitungkam masalah yang muncul dari fakta yang dilakukan perempuan cenderung rendah; hanya bertujuan untuk memastikan bahwa pegawai perempuan memiliki akses menuju perkerjaan gaji yang tinggi. Program nilai sebanding menilai setiap pekerjaan menurut tingkat kesulitan, persyaratan keahlian, pengalaman, akuntabilitas, resiko, persyaratan pengetahuan, tanggung jawab, kondisi kerja, dan semua faktor lain yang dianggap layak memproleh kompensasi.

Argumen dasar yang mendukung program nilai sebanding didasarkan pada prinsip keadilan: keadilan mewajibkan yang sebanding haruslah dilakukan secara sebanding.

EOF/

Jumat, 02 Januari 2009

Pelempar Bush

Kejadian pelemparan sepatu terhadap mantan pemimpin negara adikuasa Amerika Serikat, George W. Bush membuat dunia geger dan terkesima akan kebenarian sang pelaku. Adapun Muntazer al-Zaidi, seorang wartawan TV Irak yang seharusnya meliputi acara konfrensi acara tersebut yang menjadi pelakunya.


Lemparan sepatu itu hampir saja mengenai Presiden Bush, dan Muntazer al-Zaidi yang langsung diringkus oleh penjaga keamanan dan ditahan.


Atas keberaniannya, pelaku pelemparan tersebut dijadikan sebagai pahlawan dan sangat dielu-elukan oleh masyarakat Irak setempat termasuk kalangan umat muslim di dunia. Dan menuntut agar segera bebas dari penahanannya.


Kasus ini tidaklah sesuai dengan prinsip etika. Selain mempermalukan orang lain di hadapan khalayak ramai, tindakan yang dilakukan juga dapat menyakiti orang lain. Dan tindakan yang dilakukan tidak layak untuk dijadikan contoh./EOF