Kamis, 22 Januari 2009

ETIKA ISLAM

Masalah kemerosotan moral dewasa ini menjadi santapan keseharian masyarakat kita. Meski demikian tidak jelas faktor apa yang menjadi penyebabnya. Masalah moral adalah masalah yang pertama muncul pada diri manusia,“baik ideal maupun realita”. Secara ideal bahwa pada ketika pertama manusia di beri“ruh” untuk pertama kalinya dalam hidupnya, yangpadanya disertakan “rasio” penimbang baik dan buruk (QS. Assyams 7-8).


Secara realita bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, dimana individu merupakan bagian dari masyarakat, maka yang awal mula muncul dalam kesadarannya ialah pertanyaan “What must be ?”(Apa yang seharusnya), yang lalu disusul dengan “What must I do?”(Apa yang harus saya lakukan). Pertanyaan“What must be?”, ditujukan kepada kemampuan rohani pada diri manusia yang berbentuk kategori-kategoritertentu yang tidak timbul dari pengalaman maupun pemikiran, kemampuan ini bersifat intuitif. Oleh sebab itu masalah moral adalah masalah “normatif”. didalam hidupnya manusia dinilai! Atau akan melakukan sesuatu karena nilai. Nilai mana yang akan dituju tergantung kepada tingkat pengertian akan nilai tersebut. Pengertian yang dimaksud adalah bahwa manusia memahami apa yg baik dan buruk serta ia dapat mambedakan keduanya dan selanjutnya mengamalkannya.

Begitupun tata nilai ketuhanan (Islam), setiap “perilaku” Islam sangat menekankan orientrasi niat yang kuat dan menyandarkannya. Hal ini harus sesuai dengan tuntutan kesadaran, bukan paksaan. Perilaku seseorang tersebut baru bisa dikatakan mempunyai nilai. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi : Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya (Hadist riwayat Bukhari Muslim). Dalam hadist tersebut jelas, setiap perilaku mempunyai dasar (niat), sehingga perbuatannya dikategorikan baik atau buruk dimana ia menggantungkan niatnya.

Pada faktor-faktor inilah disamping “niat” batin, Islam meletakkan nilai syarat yang ikut mengambil bagian dalam menilai suatu perbuatan sebagai tindakan etis. Tegas sekali Islam mewajibkan “niat karena Allah” sebagai tanggung jawab penghambaan kepada Kholiqnya.

Tanggung jawab Islam dalam syariat (etika ketuhanan) selalu mengandung kedalaman dimensi yang tidak saja tindakan fisik sebagai objek nilai, juga di dalamnya nilai psikologis merupakan tindakan etis yang secara naluriah, mengembalikan kepada Fitrah Allah. Dalam tahapan ini manusia sampai kepada tahapan tertinggi yang dalam tindakannya sesuai dengan kehendak Allah (Fitrah Allah), diharapkan setiap perilaku (ibadah) sampai kepada syarat; islam, iman dan ihsan. Karena akan dikatakan (dinilai) sebagai agama apabila meliputi ketiga kriteria tersebut.


Etika Diskriminasi Pekerjaan


Tujuan tindakan afirmatif adalah untuk memberikan suatu cara bagi negara kita guna mengatasi diskriminasi gender dan rasa agar semua orang memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan, melaksanakan, mencapai dan memberikan sumbangan.


1.1 Sifat Diskriminasi Pekerjaan

Arti dasar dari istilah diskriminasi adalahmembedakan satu objek dari objek lainnya”.

Melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti membuat keputusan (atau serangkaian keputusan) yang merugikan pegawai (atau calon pegawai) yang merupakan anggota kelompok tertentu karena adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok tersebut. Diskriminasi dalam tenaga kerja melibatkan tiga elemen dasar. Pertama, keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih (atau calon pegawai) karena bukan didasarkan pada kemampuan yang dimiliki. Kedua, keputusan yang sepenuhnya (atau sebagian) diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual, stereotype yang salah atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu di mana pegawai tersebut berasal. Ketiga, keputusan (atau serangkaian keputusan) yang memiliki pengaruh negative atau merugikan pada kepentingan-kepentingan pegawai, mungkin mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan pangkat, atau gaji yang lebih baik.


Bentuk-bentuk Diskriminasi : Aspek kesengajaan dan Aspek Institusional

Perbedaan tingkat tindakan diskriminatif yang dilakukan secara sengaja (atau tidak terinstusioalisasikan) dan tingkat yang dilakukan secara tidak sengaja dan terinstusioalisasikan. Pertama, tindakan diskriminasi mungkin merupakan bagian dari perilaku terpisah dari seseorang yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka pribadi. Kedua, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari perilaku rutin dari sebuah kelompok yang terinstusioalisasi, yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi berdasarkan prasangka pribadi para anggotanya. Ketiga, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari perilakuyang terpisah dari seseorang yang secara tidak sengaja dan tidak sadar melakukan diskriminasi terhadap orang lain karena dia menerima dan melajksanakan praktik-paktik dan stereotype tradisional dari masyarakatnya. Keempat, tindakan disriminatif mungkin merupakan bagian dari rutinitas sistematisdari organisasi perusahaan atau kelompok yagn secara tidak sengaja memasukkan prosedur formal yang mendiskriminasikan kaum perempuan dan kaum minoritas.


1.2 Tingkat Diskriminasi

Ada 3 perbandingan yang bisa membuktikan distribusi anggota kelompok :

1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain.

2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.

3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama.


Perbandingan Penghasilan Rata-Rata

Perbandingan penghasilan mengungkapkan adanya berbagai kesenjangan yang berkaitan dengan gender. Perbandingan penghasilan rata-rata pria dan perempuan menunjukkan bahwa perempuan hanya memperoleh sebagian dari yang diperoleh pria.


Perbandingan Kelompok Penghasilan Terendah

Kelompok penghasilan paling rendah menurut statistic berkorelasi dengan ras dan jenis kelamin. Bila dibandingkan dengan keluarga kulit putih dan keluarga yang dikepalai seorang pria, keluarga kelompok minoritas dan yang dikepalai seorang perempuan sebagian sebagian besar termasuk keuarga miskin.


Perbandingan Pekerjaan yang Diminati

Umumnya semua kelompok pekerjaan besar, presentase pria kulit putih yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang lebi tinggi juga lebih besar, sementara kaum minoritas dan perempuan sebagian besar meiliki pekerjaan dengan gaji kecil dan kurang diminati.


1.3 Diskriminasi : Utilitas, Hak dan Keadilan


Utilitas

Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan dengan berdasarkan kompetensi. Menurut argument ini pekerjaan yang berbeda memerlukan keahlian dan sifat kepribadian yang berbeda jika kita ingin agar semuannya seproduktif mungkin.


Hak

Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya menyatakan bahwa diskriminasi salah karena hal tersebut melanggar hak moral dasar manusia. Pertama, diskriminasi didasarkan pada keyakinan bahwa suatu kelompok tertentu dianggap lebih rendah dibandingkan kelompok yang lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah. Hak unutk diperlakukan sebagai individu yang merdeka dan sederajat telah dilanggar.


Keadilan

Kelompok argument non-utilitarian kedua melihat diskriminasi sebgai pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan. Diskriminasi dalam pekerjaan adalah salah karena ia melanggar prinsip dasar keadilan dengan cara membedakan orang-orang berdasarkan karakteristik tertentu (ras atau jenis kelamin) yang tidak relevan dengan tugas yang harus dilaksanakan.


Praktik Diskriminasi

Tindakan-tindakan yang dianggap diskriminatif adalah sebagai berikut ;

Rekrutmen, cenderung merekrut pegawai berdasarkan ras dan seksual.

Screening (seleksi), dilihat dari kecakapan kaum perempuan atau kelompok minoritas yang menjadikan mereka tidak layak melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu.

Kenaikan Pangkat, proses kenaikan pangkat, kemajuan kerja dan transfer dikatakan diskriminatif jika perusahaan memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai perempuan dan pegawai dari kelom,pok minoritas.

Kondisi, pemberian gaji dikatakan diskriminatif bila jumlah yang tidak sama untuk orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama.

PHK, bentuknya adalah memecat pegawai berdasarkan pertimbangan ras dan jenis kelamin.


Pelecehan Seksual

Kaum perempuan merupakan korban dari salah satu bentuk diskriminasi yang terang-terangan dan koersif. Rayuan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan hubungan dan kontak verbal atau fisik lain yang sifatnyaseksual merupakan pelecehan seksual dan tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu pelaksanakan pekerjaan seseorang atau menciptakan lingkungan kerja yang diwarnai dengan kekhawatiran, sikap permusuhan atau penghinaan.


Di Luar Ras dan Jenis Kelamin : Kelompok Lain

Kelompok lain yang harus dilindungi dari tindakan diskriminasi adalah : para pegawai yang berusia lanjut , para penderita cacat dan juga para pegawai yang memiliki preferensi seksual yang tidak lazim.


1.4 Tindakan Afirmatif

Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dapat dikelompokkan kedalam dua bagian. Yaitu menginterprestasikan perlakuan preferensial (khusus) yang diberikan kaum perempuan dan minoritas sebagai bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami. Selanjutnya adalah menginprestasikan perlakuan preferensial sebagai suatu sarana guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu.


Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi

Program tindakan afirmatif tidak adil karena pihak yang memperoleh keuntungan dari program ini bukanlah individu-individu yang dirugikan di masa lalu, dan orang-orang yang harus membayar ganti rugi juga bukan individu yang melakukan tindakan tersebut.


Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen ntuk Mencapai Tujuan Sosial

Tujuan dasar program tindakan afirmatif adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil-masyarakat di mana kesempatan yang dimiliki oleh seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis kelaminnya. Namun tidak semua menyatakan bahwa tindakan afirmatif ini sah.

Tiga alasan yang diajukan untuk menunjukkan bahwa cara ini tidak sah yaitu :

  1. sering dikatakan bahwa program tindakan afirmatif merupakandiskriminasi terhadap pria kulit putih”.
  2. kadang dikatakan bahwa perlakuan preferensial melanggar prinsip keadilan karena menggunakan karakteristik yang tidak relevan ntuk membuat keputusan kepegawaian.
  3. sejumlah kritikus menyatakan bahwa program tindakan afirmatif sesungguhnya malah merugikan kaum perempuan dan minoritas karena program itu mengimplementasikan bahwa mereka sangat lebih rendajh dibandingkan pria kulit putih sehingga perlu bantuan khusus agar bisa bersaing.


Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman

Yang perlu dipertimbangkan saat pengambilan keputusan dalam program tindakan afirmatif selain ras dan jenis kelamin yaitu :

  1. Jika hanya criteria ras dan jenis kelamin yang digunakan, hal ini akan mengarahkan pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin akan menurunkan produktifitas
  2. Banyak pekerjaan yang meiliki pengaruh-pengaruh penting pada kehidupan orang lain
  3. Para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif akan membuat negara kita menjadi negara yang lebih diskriminatif.


Gaji yang Sebanding untuk Pekerjaan yang Sebanding

Program tindakan afirnatif tidak memperhitungkam masalah yang muncul dari fakta yang dilakukan perempuan cenderung rendah; hanya bertujuan untuk memastikan bahwa pegawai perempuan memiliki akses menuju perkerjaan gaji yang tinggi. Program nilai sebanding menilai setiap pekerjaan menurut tingkat kesulitan, persyaratan keahlian, pengalaman, akuntabilitas, resiko, persyaratan pengetahuan, tanggung jawab, kondisi kerja, dan semua faktor lain yang dianggap layak memproleh kompensasi.

Argumen dasar yang mendukung program nilai sebanding didasarkan pada prinsip keadilan: keadilan mewajibkan yang sebanding haruslah dilakukan secara sebanding.

EOF/

Jumat, 02 Januari 2009

Pelempar Bush

Kejadian pelemparan sepatu terhadap mantan pemimpin negara adikuasa Amerika Serikat, George W. Bush membuat dunia geger dan terkesima akan kebenarian sang pelaku. Adapun Muntazer al-Zaidi, seorang wartawan TV Irak yang seharusnya meliputi acara konfrensi acara tersebut yang menjadi pelakunya.


Lemparan sepatu itu hampir saja mengenai Presiden Bush, dan Muntazer al-Zaidi yang langsung diringkus oleh penjaga keamanan dan ditahan.


Atas keberaniannya, pelaku pelemparan tersebut dijadikan sebagai pahlawan dan sangat dielu-elukan oleh masyarakat Irak setempat termasuk kalangan umat muslim di dunia. Dan menuntut agar segera bebas dari penahanannya.


Kasus ini tidaklah sesuai dengan prinsip etika. Selain mempermalukan orang lain di hadapan khalayak ramai, tindakan yang dilakukan juga dapat menyakiti orang lain. Dan tindakan yang dilakukan tidak layak untuk dijadikan contoh./EOF

Rabu, 17 Desember 2008

Sistem Bisnis

Ideologi
Menganalisis argumen-argumen pasar bebas dan pemerintah berarti kita menganalisis apa yang disebut oleh para Sosiolog sebagai Ideologi. Adalah sebuah sitem keyakinan Normatif yang dimiliki para kelompok sosial tertentu.

Ideologi bisnis sesorang kerap kali menentukan keputusan bisnis yang dibuatnya. Melalui keputusan ini, ideology mempengaruhi prilakunya. Jika ideology sesorang tidak pernah dipelajari, maka ideology tersebut akan memiliki pengaruh yang mendalam terhadap keputusa-keputusan yang dibuatnya- sebuah pengaruh yang mungkin sebagian besar tidak disadari dan mungkin berasal dari ideology yang sesungguhnya salah dan secara etis dipertanyakan.

Sistem Pasar vs Sistem Perintah
Pasar bertujuan menyelesaikan masalah-masalah ekonomi dasar yang dihadapi semua masyarakat. Dalam sistem perintah, Satu otoritas membuat keputusan membuat apa yang akan diproduksi, siapa yang memproduksi, dan siapa yang akan mendapatkannya. Keputusan-keputusan ini selanjutnya dikomunikasikan ke organisasi, mungkin dalam bentuk’ anggaran’.
Dalam sistem pasar bebas, terdapat dua komponen yaitu sistem property swasta dan sistem pertukaran sukarela. Sietem pasar bebas tidak mungkin ada jika individu bebas memasuki “ Pasar “ untuk menukarkan barang-barang mereka secara sukarela.

3.1. Pasar Bebas dan Hak: Jhon Locke
Menurut Jhon Locke (1632-1704), seorang filsuf politik inggris, diangagap sebagai pengembang gagasan bahwa manusia memiliki “hak alami” atas kebebasan dan “hak alami” atas property pribadi. Dalam keadaan alami ini, setiap orang secara politik adalah sama dan sepenuhnya bebas dari batasan-batasan selain hukum alam atau prinsip-prinsip moral yang diberikan Tuhan pada manusia dan yang dapat ditemukan semua orangdengan menggunakan penalaran yang diberikan Tuhan.

Menurut Locke, Hukum alam “mengajarkan” setiap manusia bahwa dia memiliki hak atas kebebasan dan bahwa, dengan demikian,” tidak ada seorangpun boleh dilepaskan dari keadaan alami ini dan tunduk pada kekuasaan politik orang lain tanpa persetujuannya. Hukum alam juga mengatakan pada kita bahwa setiap manusiamemiliki hak kepemilikan atas tubuhnya, usahanya, dan hasil-hasil kerjanya, dan bahwa kepemilikan ini adalah “alami “ dengan kata lain, tidak dibentuk atau diciptakan oleh pemerintah ataupun pemberian pemerintah. Namun, keadaan alami merupakan suatu kadaan yang penuh bahaya dimana individuterus-menerus menghadapi ancaman dari orang lain.

Kritik atas Hak Locke
Para kritikus atas pandangan Locke tetang pasar bebas memfokuskan argumen mereka pada empat kelemahan utama pandangan Locke.

Pertama, pandangan Locke tentang pasar bebas didasarkan pada asumsi yang belum terbukti bahwa individu memiliki hak atas kebebasan dan properti yang harus diprioritaskan dari hak-hak lain.

Kedua, sekalipun manusia memiliki hak alami atas kebebasan dan properti, tiadk berarti hal ini harus diprioritaskan dari hak-hak lain. Hak atas kebebasan dan properti adalah hak “negatif”. Contohnya, hak negative atas kebebasan mungkin berkonflik dengan hak positif orang lain untuk memperoleh makanan, perawatan kesehatan, perrumahan atau udara bersih. Para kritikus menyatakan bahwa kita tidak punya alasan untuk percaya bahwa hak atas kebebasan dan proerti lebih diutamakan. Dengan demikian kita tidak punya alasan untuk meyakini argument bahwa pasar bebas harus dipertahankan karena mampu melindungi hak-hak alami.

Ketiga, atas pandangan Locke tentang pasar bebas didasarkan pada gagasan bahwa pasar bebas menciptakan perbedaan hak yang tidak adil.

Keempat, menurut para kritikus, argumen Locke mengasumsikan bahwa manusia adalah individu-individu atomistic yang memiliki hak atas kebebasan dan property yang berasal dari sifat alami mereka dan terpisah dari hubungan mereka dengan komunitas yang lebih besar. Karena hak-hak ini diasumsikan ada lebih dulu dan tidak bergantung pada komunitas, maka komunitas tidak bisa mengklaim property ataupun kebebasan dari individu yang bersangkutan.

3.2. Utilitas Pasar Bebas: Adam Smith
Adam Smith (1723-1790), sang “Bapak ekonomi modren” adalah pecetus argumen utilitarian pasar bebas. Menurut Smith, saat individu dibiarkan bebas mencari kepentingannyasendiri dipasar bebas, mereka akan diarahkan menuju kesejahteraan publik oleh sebuah ‘tangan tak terlihat”. “Tangan tak terlihat” ini tentu saja adalah persaingan pasar. Dan untuk menarik perhatian konsumen, masing-masing penjual tidak hanya harus memberikan apa yang harus memberikan apa yang diinginkan konsumen, namun jugha menurunkan harga sampai “hampir mendekati biaya pembuatan sampai pemasarannya”. Smith juga menyatakan bahwa sistem pasar kompetitif mengalokasikan sumber daya secara efisien diantara berbagai industri dalam sebuah masyarakat.

Kebijaksanaan terbaik dari pemerintah yang berharap mampu memajukan kesejahteraan public, dengan demikian, adalah tidak melakukan apa-apa: membiarkan masing-masing individu mencari kepentingan mereka sendiri sesuai dengan “kebebasan alami”. Semua intervensi pasar yang dilakukan pemerintah hanya akan mengganggu proses persaingan dan mengurangi keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh.


Kritik Terhadap Adam Smith
Kritik paling umum adalah argumen utilitarian tersebut didasarkan pada asumsi-asumsi yang tidak realistis.
Argumen Smith, pertama, mengasumsikan bahwa kekuatan-kekuatan impersonal persediaan dan permintaan akan mendorong turunnya harga sampai pada tingkat paling rendah karena penjual sangat banyak dan masing-masing usaha bisnis ukurannya sedemikian kecil sehingga tidak ada satupun penjual yang mampu mengendalikan harga sebuah produk.

Kedua, menurut para kritikus, argumen-argumen Smith mengasumsikan bahwa semua sumber daya yang digunakan untuk memproduksi sesuatu akan dibayar oleh produsen dan bahwa produsen akan berusaha menekan biaya untuk memaksimalkan keuntungan. Akibatnya, muncul kecenderungan terhadap pemanfaatan yang lebih efisien atas sumber daya masyarakat.

Ketiga, kata para kritikus, analisis Smith salah mengasumsikan bahwa manusia hanya termotivasi oleh keinginan ‘Alami” untuk mendapatkan keuntungan. Smith, setidaknya dalam The Wealth of Nations, mengasumsikan bahwa dalam segala tindakannya, manusia “hanya bertujuan untuk memperoleh keuntungan.

Sistem pasar suatu masyarakat membuat manusia menjadi egois, dan keegoisan yang tersebar luas membuat kita berpikir bahwa motif keuntungan adalah motif “alami”. Kapitalismelah yang menciptakan egoisme, materialisme, dan persaingan.

3.3. Kritik Marx
Namun Marx mengklaim bahwa contoh-contoh eksploitasi terhadap para pekerja ini hanyalah gejala dari ketidakadilan besar yang diciptakan kapitalisme. Menurut Marx, sistem kapitalis hanya memberikan dua sumber penghasilan: menjual hasil kerja dan kepemilikan atas sarana-sarana produksi (bangunan, mesin, lahan bahan baku). Karena para pekerja tidak mampu menghasilkan apa pun tanpa akses pada sarana produksi, maka mereka terpaksa menjual tenaga mereka pada pemilik sarana produksi dan memperoleh upah. Namun pemilik tersebut tidak membayar upah penuh atas pekerjaan mereka, hanya membayar apa yang mereka butuhkan untuk hidup. Akibatnya, pemilik sarana produksi menjadi bertambah kaya dan para pekerja semakin miskin. Kapitalisme menciptakan ketidakadilan dan merusak hubungan dalam masyarakat.

Pengasingan
Marx menyatakan bahwa manusia harus mampu mewujudkan sifat mereka dengan mengembangkan potensi ekspresi diri secara bebas dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Menurut Marx, ekonomi kapitalis menghasilkan empat bentuk “pengasingan” pekerja atau empat bentuk “pemisahan” dari apa yang seharusnya menjadi milik mereka.

Pertama, masyarakat kapitalis memberikan penguasaan atas hasil usaha para pekerja pada orang lain.

Kedua, kapitalisme mengasingkan pekerja dari aktivitasnya sendiri. Pasar kerja memaksa orang-orang memperoleh penghidupan dengan menerima pekerjaan yang tidak memuaskan,tidak mampu memberiakan pemenuhan, dan dikendalikan oleh pilihan orang lain.

Ketiga, kapitalisme mengasingkan orang-orang dari diri mereka sendri dengan menanamkan pandangan keliru atas apa yang mereka butuhkan dan inginkan.

Keempat, masyarakat kapitalis mengasingkan manusia satu sama lain dengan memisahkan mereka kedalam kelas-kelas sosialyang bertentangan dan tidak sederajat serta menghancurkan komunitas dan hubungan perhatian

Fungsi pemerintah
Fungsi pemerintah sesungguhnya seperti dalam sejarah, menurut Marx, adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan kelas penguasa. Menjadi keyakinan orang bahwa pemerintah ada untuk melindungi kebebasan dan keadilan dan menjalankan kekuasaan menurut perjanjian, namun kenyataannya, keyakinan ini hanyalah sebagai mitos ideologis yang menyembunyikan realita kekuasaan kaum kaya yang mengendalikan proses politik.

3.4 Kesimpulan : Ekonomi Campuran
Perpaduan antara peraturan pemerintah, pasar bebas parsial dan kepemilikan pribadi terbatas adlah apa yang umumnya disebut ekonomi campuran. Ekonomi campuran mempertahankan sistem pasar dan kepemilikan pribadi namun sekaligus bergantung pada kebijakan pemerintah untuk mengatasi kekurangannya

Sistem Properti dan Teknologi Baru
Properti Intelektual adalah properti yang terdiri dari objek-objek abstrak dan nonfisik, properti intelektual sifatnya non-eksklusif. Kkepemilikan pribadi atas properti intelektual memberikan sebuah insentif yang diperlukan untuk bekerja keras guna menciptakan temuan-temuan intelektual.

EOF/